Review Buku Revolusi Sosial di Brebes Karya Dr. Aman M.Pd

Sampul Buku Revolusi Sosial di Brebes (Sumber: Tokopedia)


Deskripsi Buku

Judul Buku        : Revolusi Sosial di Brebes
Penulis               : Dr. Aman M.Pd.
Penerbit             : Penerbit Ombak Yogyakarta
Tahun Terbit      : 2015
Tebal Halaman  : 144 halaman+31 halaman lampiran

Review Buku Revolusi Sosial di Brebes

Pendahuluan

Sobat pembaca sekalian, pernahkah mendengar mengenai peristiwa revolusi di Brebes? Sebagian pembaca mungkin sudah mengetahui, dan sebagian yang lain belum. Tak perlu cemas dan khawatir, karena pada kesempatan review buku kali ini, saya akan membahas mengenai peristiwa revolusi ini, yang dikenal juga dengan Peristiwa Tiga Daerah. Jadi, mari kita mulai.

Pada akhir tahun 1945, tepatnya pada bulan Oktober hingga November, masyarakat di Karesidenan Pekalongan dikejutkan oleh pergerakan rakyat yang mengadakan gerakan pemberhentian pejabat pemerintah setempat secara paksa. Gerakan ini terkenal dengan "Aksi Pendaulatan". Sasaran aksi ini terutama para lurah, camat, wedana, bupati, atau para pejabat pemerintah lainnya. Beramai-ramai pendukung aksi ini datang untuk menangkap dan mengadili para pangreh praja setempat.

Latar Belakang Peristiwa

Hasil setoran padi paksa di zaman Jepang yang pada waktu itu menumpuk di penggilingan-penggilingan padi beserta bahan-bahan tekstil merupakan perangsang bagi rakyat yang sudah lama menderita untuk melakukan balas dendam terhadap pejabat setempat. Setelah kesalahan dituduhkan, si korban diberhentikan dari jabatannya dan segera ditunjuk penggantinya. Keributan yang ditimbulkan melanda hampir seluruh daerah di Karesidenan Pekalongan, termasuk Kabupaten Brebes.

Selain karena alasan setoran padi paksa yang semakin lama membebani rakyat, ada beberapa alasan lain mengapa rakyat melakukan tindakan revolusi kala itu. Diantaranya adalah pembatasan terhadap kebutuhan pokok bagi rakyat oleh pemerintah pendudukan Jepang, kerja paksa atau romusha, juga tindakan pejabat pemerintah yang sering sewenang-wenang terhadap rakyat sendiri. Rakyat memandang para pangreh praja adalah orang-orang yang dekat dengan tindakan korupsi dan hanya mementingkan dirinya sendiri, sedangkan saudara-saudaranya dalam kesulitan.

Beberapa alasan itulah yang menimbulkan semangat anti kolonial dan perasaan tidak senang kepada pejabat setempat seperti bupati, wedana, camat, bahkan kepala desa setempat. Akibat yang ditimbulkan adalah merebaknya peristiwa penurunan pejabat pemerintahan dari jabatannya dan digantikan oleh kalangan rakyat yang berasal dari berbagai latar belakang, diantaranya kalangan ulama dan nasionalis yang berhaluan kiri. Proklamasi kemerdekaan juga menjadi jalan bagi mereka untuk merealisasikan niat yang terpendam sejak lama di benak mereka.

Peristiwa Tiga Daerah

Kelompok massa beramai-ramai datang ke berbagai kelurahan untuk menangkap lurah-lurah yang telah terdaftar sebagai sasarannya. Mereka diseret ke pengadilan massa dan sebagian dijatuhi hukuman mati, dibantai oleh massa. Sementara itu, sejumlah gudang padi dirampok dan dibakar. Pada waktu bersamaan, massa bergerak masuk ke Kecamatan Adiwerna dan Lebaksiu. Bersenjatakan bambu runcing dan golok, mereka datang ke kediaman camat setempat. Dengan suara riuh, sang camat diarak ke balai kecamatan untuk diadili. Segala kesalahan sewaktu dia menjabat dituduhkan pada dirinya. Tanpa memiliki kesempatan untuk membela diri, camat ini dijatuhi vonis, tidak saja lepas dari jabatannya, melainkan harus menebusnya dengan nyawa. Keduanya meninggal dalam arakan bambu runcing (Suryo, 1976: 73).

Kutipan kejadian diatas merupakan beberapa peristiwa yang penuh dengan kekerasan, bisa dibilang merupakan yang paling 'berdarah'. Memang beberapa peristiwa tersebut terjadi di wilayah Tegal, namun letak Tegal yang memang berdekatan dengan Brebes memberikan pengaruh yang signifikan terhadap jalannya peristiwa revolusi ini. Meski tak seanarkis Tegal, namun semangat yang tertanam di kalangan rakyat yang terlibat kala itu sama, yakni semangat revolusi.

Peristiwa penurunan pejabat pemerintahan di berbagai wilayah Brebes jauh lebih aman dan stabil. Para pejabat atau pangreh praja setempat kebanyakan menerima permintaan dari massa dan mengundurkan diri dengan sukarela tanpa paksaan, sehingga tak menimbulkan kericuhan sebagaimana di Tegal. Demikian halnya yang terjadi di Pemalang.

Berdirinya GBP-3D (Gabungan Badan Perjuangan Tiga Daerah) dan Badan Pekerja Brebes nyatanya telah memperlihatkan peranannya dalam mencapai cita-cita perjuangan merupakan bukti keterlibatan Brebes dalam peristiwa ini. Meskipun hanya berjalan beberapa bulan saja, namun perubahan yang ditimbulkan dari dua gerakan ini cukup signifikan. Salah satu diantaranya adalah gebrakan dalam menghilangkan jabatan wedana, digantikan oleh pembantu bupati dalam susunan pemerintahan. Itulah sebabnya kini kita tak pernah mendengar lagi jabatan itu bukan?

Tetap saja, yang namanya tindakan diluar perintah merupakan tindakan terlarang, sebagaimana peristiwa revolusi ini. Kesan pemberontak pun dekat dengan mereka yang terlibat dalam hal ini. Belum lagi konflik yang dibuat dengan TKR dan rakyat yang merasakan 'kekerasan' dari golongan revolusioner ini, membuat gerakan ini mulai tak dipercaya oleh rakyat kebanyakan. Pecahnya pendapat dengan golongan ulama juga menjadi salah satu sebab hilangnya massa, selain banyaknya figur penting dalam revolusi ini yang dipenjara dan dihukum pada akhirnya.

Beragam peristiwa yang terjadi saat revolusi sosial meletus, dari kalangan mana saja inisiatif akan revolusi, serta beberapa figur menonjol dalam beragam peritiwa revolusi sosial ini dijelaskan dengan runtut dan rinci dalam buku ini. Banyaknya sumber dalam penyusunan buku ini saya rasa juga menambah nilai lebih pada buku ini. Wajib dibaca bagi siapa saja, terutama bagi generasi muda Brebes pada khususnya agar mengetahui bagaimana sejarah dari Brebes pada masa pasca proklamasi kemerdekaan. Selamat membaca!

Komentar

Postingan Populer