Review Novel Pejalan Anarki Karya Jazuli Imam

Buku Pejalan Anarki
Jazuli Imam di Kedai Kopi Djeladjahnya (Sumber: Twitter)
Judul                : Pejalan Anarki
Penulis             : Jazuli Imam
Penerbit           : Djeladjah Pustaka
Genre               : Drama / Perjalanan
Jenis Buku       : Novel
ISBN                : 9786023960590
Novel berjudul Pejalan Anarki ini merupakan novel kesekian yang menurut saya sarat makna dan juga mempunyai alur cerita yang cukup kuat. Dalam novel ini, alam semesta lah yang menurut saya menjadi inspirasi bagi sang penulis. Selain menyuguhkan deskripsi mengenai alam semesta, khususnya beberapa gunung yang terkenal, novel ini juga menyuguhkan idealisme dari salah seorang tokohnya yang bernama El, dan kisah cintanya dengan seorang gadis bernama Rara Sekar. Kisah cinta mereka yang penuh lika-liku dan perjuangan menjadi salah satu yang menarik diikuti dari awal hingga akhir halaman dari novel ini.
Dalam novel ini pula, Jazuli Imam berhasil menghadirkan makna mendalam mengenai kecintaan kepada alam semesta melalui watak yang dimiliki oleh El. Sosok El yang diceritakan telah menaklukkan berbagai puncak gunung di berbagai tempat di Nusantara, bagi beberapa teman, khususnya teman sekampusnya, adalah sosok yang urakan dan seenaknya sendiri. Hal itu pulalah yang dirasakan oleh Sekar sewaktu belum mengenal El secara mendalam. Seiring berjalannya waktu, Sekar malah terjebak dalam dunia El dan menyadari bahwa El bukanlah seperti apa yang dikatakan oleh teman-teman dan dosennya di kampus. Sosok El yang apa adanya, jujur, cerdas, peduli dan sangat mencintai alam saya yakin bukan hanya menarik hari Sekar saja, tapi pembaca perempuan yang membaca novel ini.
Satu hal yang saya kagumi dari buku ini adalah pembaca seakan dibawa masuk ke dalam dunia pecinta alam, khususnya dunia pendakian. Deskripsi yang detail mengenai dua gunung yang terkenal di Indonesia, yakni Rinjani dan Merbabu menjadi nilai tambah bagi novel ini. Jalur pendakian, deskripsi mengenai bentang alam di sepanjang pendakian, dan bahkan kebiasaan saling menyapa yang familiar di dunia pendakian diceritakan secara cukup detail. Bagi pembaca yang belum pernah mendaki, sudah bisa membayangkan bagaimana rasanya ketika mendaki dan apa saja yang perlu dipersiapkan setiap melakukan pendakian. Bagi pembaca yang sudah pernah mendaki, tentu saja buku ini menjadi semacam “review” dari pendakian-pendakian yang pernah dilakukan, dan pastinya sebagai penambah wawasan mengenai dunia pendakian juga menjadi semacam pengingat mengenai esensi dari pendakian itu sendiri.
Masih banyak aspek yang menarik dalam buku ini yang tak bisa saya sebutkan satu persatu. Hal lain yang menarik bagi saya adalah kata-kata yang tersusun indah di setiap pergantian bab dalam novel ini. Bukan hanya satu bab saja, akan tetapi hampir semua bab dalam buku ini. Tak lengkap rasanya apabila saya tak mencantumkannya di dalam review ini. Sebagai penutup dari review saya mengenai novel ini, berikut saya cantumkan dua diantaranya.
“Semakin sering naik turun gunung ia seorang pendaki, seharusnya berbanding lurus dengan meningkatnya kedekatan ia kepada Tuhannya. Tujuan seorang mendaki gunung memang bermacam-macam, tapi hakikat manusia adalah sama. Di alam, tempat dimana tidak ada kekuatan harta, tahta, dan tentara, Tuhan adalah ingatan pertama bagi manusia yang banyak dibuat lupa oleh kota”.
“Bicara puncak adalah bicara lebih dari sekedar ketinggian, keindahan, dan pengakuan-pengakuan. Bicara puncak adalah bicara pemaknaan. Pergi // Melangkah keluar melihat ke dalam // Mengosongkan isi, mengisi kosong // Mengetahui ketidaktahuan // Mencari pencarian // Pulang. Mereka yang mendapatkan makna, melihat lebih indah dari yang ditangkap indera, dan berdiri lebih tinggi dari yang hanya ria pada penanda-penanda.”

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer