Review Buku Orang-Orang Tionghoa dan Islam di Majapahit, Karya Adrian Perkasa
Sampul Depan Buku (Sumber: Dokpri) |
Deskripsi Buku
Judul Buku : Orang-Orang Tionghoa dan Islam di MajapahitPengarang : Adrian Perkasa
Penerbit : Penerbit Ombak
Tahun Terbit : 2012
Tebal Buku : xv+147 halaman
ISBN : 978-602-7544-33-8
Review Buku Orang-Orang Tionghoa dan Islam di Majapahit
Pembaca sekalian, pernahkah terlintas di benak para pembaca mengenai perkembangan Islam di masa keemasan Majapahit, salah satu kerajaan besar di Nusantara yang bercorak Hindu-Budha? Pernahkah mendengar mengenai kompleks makam Troloyo yang bercorak islam? Bagi pembaca sekalian yang sudah pernah membaca mengenai sejarah Majapahit ataupun berkunjung ke Trowulan, salah satu kota kuno Majapahit, pasti sudah mengetahui mengenai hal ini.
Bagi pembaca sekalian yang mungkin belum pernah ke Trowulan dan berkunjung ke berbagai peninggalan Majapahit disana tak perlu khawatir, karena banyak buku yang menuliskan mengenai hal ini, disertai dengan foto peninggalan yang dimaksud. Apabila tak ingin repot, langsung saja mencari di internet dengan kata kunci Trowulan. Ada banyak hasil berupa foto peninggalan Majapahit yang ada disana. Termasuk salah satunya situs yang bercorak islam seperti Kompleks Makam Troloyo. Baik, langsung saja dimulai mengenai pembahasan isi dari buku ini.
Perdagangan yang dilakukan oleh Majapahit pada saat itu berkembang cukup pesat. Perkembangan ini diikuti dengan munculnya kota-kota dagang di pesisir utara Jawa yang menjadi pusat perdagangan dan pelabuhan yang penting bagi kerajaan. Perdagangan tak hanya dilakukan oleh kalangan pedagang yang berasal dari Nusantara saja. Namun, banyak kalangan pedagang yang datang dari berbagai penjuru dunia, salah satunya adalah kelompok pedagang yang berasal dari Tiongkok.
Mayoritas pedagang yang datang dari Tiongkok beragama muslim, karena kebanyakan berasal dari daerah muslim di China seperti Quanzhou, Guangzhou, hingga ke selatan di Campa. Aktivitas perdagangan yang cukup ramai di Majapahit membuat banyak pedagang dari Tiongkok ini memilih menetap di wilayah Kerajaan Majapahit. Selain menetap, banyak yang melakukan perkawinan dengan penduduk lokal, sehingga terciptalah suatu kelompok masyarakat keturunan Tiongkok. Selain itu, kelompok masyarakat ini juga memegang peranan penting dalam stabilitas ekonomi kerajaan, terutama dalam aktivitas perdagangan.
Selain berdagang, kelompok masyarakat yang kemudian menjadi salah satu kelompok yang disegani dan terpandang ini juga berpengaruh terhadap islamisasi yang terjadi di dalam wilayah Majapahit. Walaupun agama resmi negara adalah Hindu dan Budha, namun Raja memberikan kebebasan terhadap berkembangnya ajaran baru ini. Masyarakat multietnis dan multiagama yang hidup berdampingan pada masa raja Hayam Wuruk, serta pembentukan dewan kerajaan yang mengurusi masalah agama Hindu dan Budha, menjadi salah satu bukti dari hal ini.
Sejarah membuktikan bahwasanya arus islamisasi di Nusantara salah satunya adalah melalui jalan perdagangan. Kedatangan kelompok pedagang yang mayoritas beragama islam dari Tiongkok memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan islam di Majapahit. Bahkan ada penelitian yang menyatakan bahwa beberapa masyarakat lokal banyak telah memeluk islam, termasuk dari kalangan keluarga dan keturunan raja.
Buku ini menerangkan dengan cukup detail mengenai kelompok pendatang yang kemudian menjadi elit di Majapahit. Baik berupa peranan, kondisi masyarakat, dan perbandingan dengan penduduk lokal dalam hal status sosial. Temuan-temuan arkeologis berupa terakota-terakota berupa wajah dari masyarakat Tionghoa sudah banyak ditemukan. Selain itu, hubungan yang terjalin antara kelompok masyarakat pendatang dengan pihak kerajaan yang juga cukup baik, dijelaskan walaupun tak begitu detail dalam buku ini.
Peninggalan-peninggalan arkeologis lain yang dibahas dalam buku ini adalah Kompleks Makam Troloyo yang bercorak islam. Detail huruf arab yang terukir di kepala dan kaki nisan pada beberapa makam yang berupa ayat Alqur'an maupun kalimat syahadat, juga dibahas dalam buku ini. Temuan ini merupakan salah satu bukti kuat mengenai perkembangan islam pada masa keemasan Majapahit.
Sumber-sumber yang digunakan dalam penulisan buku ini sudah cukup lengkap, salah satunya adalah naskah Negarakertagama yang ditulis oleh Empu Prapanca. Memang dalam naskah ini tak disebutkan secara gamblang mengenai agama islam di Majapahit, hanya saja disebutkan beberapa istilah yang lekat dengan islam, yakni "Masigit-Agung" yang ditafsirkan oleh penulis sebagai Masjid Agung dan juga keterangan mengenai pelaksanaan tradisi ibadah lima waktu yang apabila dalam islam dikenal dengan sholat lima waktu. Penulis juga menjelaskan mengenai tafsiran kedua hal ini dan hubungannya dengan penyebaran islam di Majapahit. Namun hingga sekarang, hal ini tak bisa dipastikan karena keterbatasan sumber dan temuan yang bisa dijadikan sebagai bukti.
Sebagai penutup, saya akan mengutip sebuah pesan yang disampaikan oleh Azyumardi Azra mengenai buku ini yang tertulis pada sampul belakang:
Teori tentang kehadiran dan peranan Muslim Cina dalam Islamisasi di tempat tertentu di Nusantara seperti di Sriwijaya pernah menjadi kontroversi panas. Terdapat cukup banyak sumber Cina, Arab, Persia dan lokal yang mendukung teori Cina tersebut. Karya Adrian Perkasa ini tentang 'Orang-orang Tionghoa dan Majapahit' pastilah dapat memberikan dan menjadi bahan penting untuk menjernihkan kontroversi tadi.
Komentar
Posting Komentar