Review Buku Clifford Geertz, Penjaja dan Raja

Sampul Buku Penjaja dan Raja (Sumber: Tokopedia)


Deskripsi Buku

Judul             : Penjaja dan RajaPerubahan Sosial dan Modernisasi Ekonomi di Dua Kota Indonesia
Penulis          : Clifford Geertz
Penerbit        : Yayasan Obor Indonesia
Tahun Terbit : 1977
Tebal             : 208 halaman

Review Buku Penjaja dan Raja

Dua Kota: Mojokuto dan Tabanan

Mojokuto, kota ini didirikan menjelang pertengahan kedua abad ke-19. Kota ini berkembang dengan pesatnya. Pada tahun 1925, kota ini menjadi kota dagang yang makmur, berkat kegiatan-kegiatan Belanda secara masif yang mengusahakan sektor pertanian dan perdagangan, sebagai contoh tanaman pertanian adalah tebu. Disusul pengembangan di sektor perdagangan seperti perdagangan tekstil, tembakau dan ikan asin. Peran yang besar dipegang oleh pasar sebagai tempat sentral dalam perkembangannya kemudian. Sampai pertengahan tahun 1930-an, masyarakat kota Mojokuto dibagi menjadi empat golongan, yakni golongan atasan (priyayi), pedagang, wong cilik dan orang-orang China.

Di Jawa, tenaga pendorong dalam perkembangan ekonomi kota secara tetap dan pasti bukanlah perdagangan setempat dan bukan pula pembuatan barang setempat, melainkan perdagangan jarak jauh atau bahkan internasional. Bentuk perdagangan itu telah menyatukan berbagai daerah di Jawa. Bentuk perdagangan itu juga menghubungkan Pulau Jawa secara keseluruhan.

Ciri yang menonjol dari pola pasar yang berkembang adalah tidak adanya organisasi semacam gilda, baik di kalangan pedagang maupun tukang. Tidak adanya kelompok persekutuan tetap yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur anggotanya, atau memang tidak pernah ada yang semacam itu. Akan tetapi tetap ada perkumpulan-perkumpulan serupa namun tak terstruktur seperti gilda.

Ekonomi pasar bersifat tradisional, dalam arti bahwa fungsinya diatur oleh adat kebiasaan dagang yang dianggap keramat karena telah dilakukan selama berabad-abad. Akan tetapi tidak dalam pengertian bahwa ekonomi pasar menggambarkan suatu sistem dimana tingkah laku ekonomis tidak bisa dibedakan dengan tingkah laku sosial lain.

Ada beberapa ciri khas yang muncul dalam perkembangan ekonomi di Mojokuto. Pertama, perkembangan itu terjadi atas landasan pola perdagangan tradisional. Kedua, masalah inti yang dihadapi oleh para pemimpin perkembangan itu adalah masalah pengorganisasian. Terdapat banyak kekurangan, diantaranya kekurangan modal, tenaga kerja yang berketrampilan serta disiplin, pengetahuan teknis dan sebagainya. Ketiga, kelompok pengusaha itu adalah suatu kelompok bukan kumpulan orang-orang yang serba kebetulan saja. Keempat, perkembangan ekonomi di tergantung pada suatu revolusi yang belum selesai dalam gaya hidup perkotaan sebagai resultan dari perubahan umum dalam struktur sosial di Mojokuto.

Berbeda halnya dengan Jawa, hampir seluruh Bali berkontur tak datar, terdapat gunung-gunung dan bukit-bukit yang terpotong secara membujur oleh anak-anak sungai. Kota Tabanan sendiri terletak di sepanjang salah satu bukit yang terletak di bagian barat pulau, dengan penduduknya sekitar 12.000 orang. Pada zaman pra-kolonial kota menjadi tempat kedudukan bagi salah satu Kerajaan Bali yang kuat dan tinggi kebudayaannya. Dinasti Tabanan itu didirikan kira-kira pada tahun 1350 Masehi, pun demikian dengan kota ini.

Di daerah pedesaan, Tabanan yang topografinya tidak datar itu tertutup dengan ribuan petak sawah yang bertingkat-tingkat seperti anak tangga dan tak teratur bentuknya. Sangat berbeda dengan Mojokuto yang menyerupai papan catur. Selain itu, penduduk di Tabanan pun tidak padat dan kurang berorientasi pasar.

Tak lama setelah Tabanan diperintah secara langsung oleh Belanda, pasar yang sudah ada diatas dipindahkan ke bawah bersama-sama dengan toko-toko China yang tak banyak jumlahnya. Sejak saat itu, Tabanan mengalami kemajuan baik dalam jumlah maupun aneka ragam barang yang diperjualbelikan. Akan tetapi, pada masa perkembangan itu saudagar-saudagar terkemuka di Tabanan bukanlah orang Bali, melainkan dari daerah lain seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Jawa. Dikarenakan tak adanya perangsang ekonomi perkebunan layaknya Mojokuto, maka mereka tak berhasil memperoleh peranan yang penting dan kegiatan-kegiatan mereka terbatas.

Tindakan Belanda yang menurunkan kaum aristokrat di Bali dari kedudukan mereka di pusat politik memberikan efek terhadap struktur perekonomian masyarakat Tabanan. Beberapa waktu kemudian, golongan pengusaha baru muncul dari kaum aristokrat yang terdesak kedudukannya. Golongan ini berhadapan dengan masalah mengenai penyesuaian kembali ekonomi pertanian.

Kemajuan kearah pola-pola kegiatan ekonomi yang lebih efektif di Tabanan akibatnya mengambil bentuk gerak dari ekonomi tipe petani desa ke ekonomi tipe firma, walaupun dalam hal ini masih ragu-ragu dan terbatas. Pada akhirnya, mereka melakukan itu karena memang harus menciptakan perekonomian mereka sendiri.

Komentar

Postingan Populer