Review Buku Robert Cribb, Para Jago dan Kaum Revolusioner Jakarta 1945-1949
Oleh: Muhammad Fijar Lazuardi
Buku Para Jago dan Kaum Revolusioner Jakarta 1945-1949 (Sumber: Bukalapak) |
Periode revolusi pasca
kemerdekaan (1945-1950) di Indonesia memang masih menjadi suatu perbincangan
yang menarik. Beberapa orang mungkin beranggapan bahwa puncak dari perjuangan
rakyat Indonesia adalah pembacaan Proklamasi Kemerdekaan oleh Soekarno di
Jakarta, namun
sejatinya Proklamasi Kemerdekaan merupakan awal sebuah periode.
Salah satu hal yang
menjadi perhatian bagi sejarawan, baik Indonesia maupun Belanda, adalah terjadinya
revolusi sosial di dalam masyarakat Indonesia yang baru merdeka. Sejak
menafsirkan peristiwa pendaratan sekutu saja masih berbeda penyebutan. Pihak
Indonesia menilai itu merupakan aksi agresi militer, sedangkan pihak Belanda
menilai itu merupakan aksi polisionil. Hal tersebut baru sekadar penamaan
periode, belum ke"isi-isi"nya. Wajar apabila pada tahun 2018 nanti,
Belanda akan memulai penelitian seputar periode ini dengan menggelontorkan dana
yang luar biasa banyak untuk itu.
Robert Cribb mempunyai
sisi lain yang perlu diperhatikan dalam periode revolusi, yakni peran para preman,
bandit, garong, dan para pemberontak tatanan sosial yang ada di kawasan
Jakarta. Cribb menyebutnya sebagai Para Jago. Penyebutan ini cukup unik, karena
pada judul asli dari disertasi beliau adalah Gangsters and The Revolutionaries
1945-1949. Padanan kata gangster
mungkin jika diartikan secara bahasa adalah bandit, tetapi dalam konteks dunia
barat, gangster merupakan suatu
fenomena sosial yang berpengaruh dalam sosial-masyarakat dimana mereka
berfungsi sebagai indikator kesenjangan sosial dan hukum serta menjadi
alternatif untuk menjaga stabilitas masyarakat bawah. Jadi, pilihan kata Jago
dinilai lebih netral dibanding bandit atau preman yang lebih mengarah kepada
arti negatif.
Cribb berusaha untuk
membawa pembaca itu memahami konteks para Jago ini bukan sebagai perusak
tatanan sosial dengan memaparkan sejarah dari awal keberadaannya di perdesaan
Jawa sampai sepak terjangnya pada masa pendudukan Jepang. Disini terlihat
sekali keseriusan Cribb dalam membawa jiwa zaman pada masa revolusi, saat
keadaan sosial, politik, pemerintahan dan ekonomi sedang menemui
ketidakjelasan. Disinilah baru dijelaskan bahwa selama periode tersebut, para
Jago mengisi celah tersebut baik bersifat konstruktif pada stabilitas sosial
maupun destruktif. Pembaca dibuat yakin terlebih dahulu bahwa keberadaan para
Jago ini dapat menguntungkan posisi negara Indonesia pada saat itu, khususnya di wilayah
Jakarta Raya.
Dalam buku ini Cribb
lebih memaparkan realita sosial yang terjadi dimana para pemilik senjata api
memiliki kontrol pada periode revolusi. Hal ini juga didukung oleh
ketidakmampuan pemimpin pusat untuk mengkondisikan masyarakat yang sedang
senang-senangnya baru merdeka. Banyak terjadi peristiwa tragis dimana para Jago
ini memimpin tindakan-tindakan main hakim sendiri atau persekusi terhadap
masyarakat sipil asing yang masih menetap di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Tidak hanya Belanda yang dijadikan sasaran, namun pada awal-awal periode ini
tentara-tentara Jepang yang sudah tidak berdaya juga menjadi sasaran. Para Jago
inilah yang dibahas oleh Cribb. Cribb menyebutkan beberapa nama seperti Haji
Darip, Imam Syafe'i
dan lain-lain yang menggerakkan dan bertanggung jawab atas lasykar-lasykar yang
dipimpinnya. Ada juga organisasi-organisasi yang dia sebutkan karena memiliki
keterkaitan dengan dunia pergerakan milisi seperti LRJR (Lasykar Rakyat Jakarta
Raya), LRJB (Lasykar Rakyat Jawa Barat), API (Angkatan Pemuda Indonesia) dan lain
sebagainya. Pada pertengahan buku ini juga digambarkan bagaimana respons para
Jago ini terhadap pembentukan TKR atau cikal-bakal Tentara Nasional Indonesia.
Ada lagi peristiwa-peristiwa seputar revolusi yang patut dijadikan bahan
diskusi kritis di ranah akademik.
Dari segi aspek
penulisan dan rekonstruksi periode, buku ini baik untuk dijadikan rujukan. Namun, dari segi kedalaman
materi dan cakupan ruang lingkup, perlu diadakan masukan-masukan yang sekiranya
dapat membangun sudut pandang yang belum termasuk disini. Seperti respons
pemerintah pusat atas kejadian-kejadian yang diluar kontrol mereka tidak begitu
dijabarkan secara detail disini.
Iyee,ane denger cerita dari guru, waktu,dulu ada orang bule, wawancara kh.nur ali, Bekasi, ternyata, dia lg susun buku itu,
BalasHapusWah, baru tau malah saya. Terima kasih infonya, mungkin memang iya hasil dari wawancaranya digunakan untuk menyusun buku ini.
Hapus